CATATAN TENTANG PENCATATAN PERJANJIAN KAWIN PASCA PERNIKAHAN (POSTNUPTIAL AGREEMENT) BAGI PASANGAN PERKAWINAN CAMPURAN

Sebelum ada Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 tentang Perjanjian Perkawinan, yang diajukan oleh Ibu Ike Farida SH., LL.M (Pengacara/Divisi Advokasi PerCa Indonesia/pelaku kawin campur), maka untuk memenuhi hak kebendaan  pelaku kawin campur dalam kepemilikan properti, Perkumpulan PerCa Indonesia melakukan studi, praktek dan percobaan dalam suatu terobosan hukum yang disebut Penetapan Pengadilan Pisah Harta. Pada saat itu, PerCa Indonesia juga mengadakan Bedah Kasus dan Lingkar Diskusi untuk membahas solusi ini, bersama  Prof. Jimly Asshidiqie, SH., MH, akademisi dan praktisi hukum agraria yang tergabung dalam  FK2P (Forum Kajian dan Konsultasi Pertanahan), serta beberapa kantor hukum, pada tahun 2013.

Penetapan Pengadilan Pisah Harta  membutuhkan proses yang cukup rumit, yakni mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri, memakai jasa ahli hukum/pengacara/notaris, menghadirkan saksi-saksi dan dokumen-dokumen pendukung. Oleh karenanya biaya yang diperlukan dalam menempuh solusi ini cukup mahal, yakni kisaran 30-35 juta, saat itu (2013-2016). Walaupun demikian, Penetapan Pengadilan Pisah Harta menjadi solusi sementara, yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku PerCa dalam kepemilikan propertinya.

Setelah Ibu Ike Farida SH., LL.M mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi, dan terbitnya ketentuan untuk keleluasaan membuat Perjanjian Kawin. Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 merupakan solusi lebih ringkas padat, dan diakui oleh negara, sebagai pemaknaan hukum baru, terkait pembuatan perjanjian dalam perkawinan (khususnya dalam pemisahan harta). Untuk itu pemohon dapat membuat Perjanjian Kawin ini melalui akte notaris, dan didaftarkan pula ke KUA atau Catatan Sipil.

Putusan MK No. 69-PUU/2015  adalah solusi yg jauh lebih menguntungkan buat  pasangan pelaku PerCa dan pasangan WNI-WNI secara umum. Perkumpulan sangat berbangga dengan dukungan dan jerih payah yang tidak kenal lelah, kepada Ibu Ike Farida dan team hukumnya, akhirnya permohonan beliau dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. PerCa Indonesia  adalah organisasi yang terlibat secara aktif dalam proses ini, dengan mengumpulkan saksi fakta, membuat petisi dan dukungan baik secara moril maupun materiil, demi kesuksesan permohonan ini.

Untuk proses postnup lengkap dengan pelaporan di Dukcapil  sekarang dapat dilakukan dengan biaya kurang lebih Rp. 5.000.000,-.  Akta yang valid hanya dalam  bahasa Indonesia. Translation ke dalam Bahasa Inggris/asing adalah untuk pemahaman pasangan saja. Biaya tentunya  menjadi variatif, apabila memakai jasa penasehat hukum untuk kasus kepemilikan properti/aset  yang lebih kompleks.

Tahun 2016, setelah putusan MK keluar, pengurus PerCa Indonesia diundang oleh Dirjen Dukcapil, untuk membahas follow upnya, sebagaimana bunyi Putusan MK. Hal ini diiringi dengan keluar Surat Edaran dari Ditjen Dukcapil. Tidak lama kemudian, pengurus PerCa Indonesia juga sowan ke Ditjen Bimas Islam yg membawahi KUA, lalu difollow up dengan mengeluarkan Surat Edaran juga.

Apabila pasangan suami isteri pelaku PerCa nikah di luar negeri maka dicatatkan Perjanjian Kawin dicatatkan di Dukcapil. Bagi pasangan muslim yang menikah di Indonesia, mencatat PK di KUA. Untuk pasangan non-muslim mencatatkan di Dukcapil tempat pernikahan dilangsungkan (bagi yang berdomisili di DKI, dicatatkan di Dinas Dukcapil Provinsi DKI Jakarta, di kantor Jl. S. Parman).

Untuk sebagian kasus, ada developer yang membutuhkan Perjanjian Nikah (Pisah Harta) dicatatkan ke Dukcapil. Maka biasanya mereka yang menikah secara Islam dan mendapatkan buku nikah dari KUA, melakukan pelaporan nikah (dengan produk Akta Pelaporan Pernikahan) ke Dukcapil Provinsi. Setelah itu, Perjanjian Kawinnya baru bisa dicatatkan di  Dukcapil. Bukti pencatatannya,  tertera di belakang Akta, yakni catatan kecil yg dicap Dinas Capil. Banyak anggota PerCa Indonesia yang melaksanakan proses ini, telah berhasil membeli properti, dan pihak bank bisa menerimanya untuk mencicil melalui KPR (Kredit Kepemilikan Rumah).

Point-point Penting:

  • Prenup dicatatkan saat atau di instansi tempat menikah (dalam catatan buku nikah atau di Akta Nikah).
  • Postnup bila beragama Islam : dicatatkan di KUA dimana tempat menikah. Postnup bagi yang beragama non-Islam: dicatatkan di Dukcapil tempat domisili KTP yang sekarang.
  • Misalnya, yang bersangkutan menikah di Medan, Akta Nikah dikeluarkan oleh Dukcapil Medan, namun domisili KTP sekarang di Tangerang Selatan, maka postnup dicatatkan di Dukcapil Tangerang Selatan. Untuk prosesnya harus meminta surat berita acara Mencatatan dulu di Dukcapil medan. Setelah dapat surat tsb baru bisa dicatatkan postnup nya di Dukcapil Tangsel.
  • Prenup yang dibuat di luar negeri tidak berlaku di Indonesia.
  • Bila memutuskan untuk tinggal di Indonesia, dan ingin membeli property dengan status Hak Milik, maka solusinya membuat Perjanjian Kawin (postnupt) saja. Kalau mau menikah di luar negeri tidak bisa juga bikin prenup di Indonesia, karena akibatnya tidak berlaku juga.
  • Harap hati2 dalam pembuatan prenup dan postnup, bagi pasangan yang sudah punya banyak memiliki aset di Indonesia dan di luar negeri. Untuk situasi seperti ini sebaiknya berkonsultasi dengan ahli hukum, agar perjanjian yang dibuat selaras dengan kebutuhan dan keinginan, serta asal negara para pasangan kawin campur.
X